assalamu'alaikum ini blog saya

Kamis, 14 Juli 2016

Pewarnaan BTA (Bakteri Tahan Asam)


     Tata Cara Pewarnaan BTA



Tata Cara Pewarnaan BTA

Tata Cara Pewarnaan BTA.
 Pemeriksaan BTA atau Bakteri Tahan Asam adalah pemeriksaan untuk mendeteksi bakteri yang bersifat tahan terhadap asam. Pemeriksaan BTA ini merupakan pemeriksaan yang spesifik untuk mendeteksi bakteri Mycobacterium tuberculosis dan juga untuk bakteri genus Mycobacterium lainnya. Salah satu cara atau metode yang digunakan adalah metode Ziehl Nielsen.

Tata Cara Pewarnaan BTA

1. Prinsip Kerja Pewarnaan BTA
  • Dinding bakteri yang tahan asam mempunyai lapisan lilin dan lemak yang sukar ditembus cat. Oleh karena pengaruh fenol dan pemanasan maka lapisan lilin dan lemak itu dapat ditembus cas basic fukhsin. Pada waktu pencucian dengan asam alkohol warna larutan carbol fuchsin tidak dilepas. Sedangkan pada bakteri tidak tahan asam akan luntur dan mengambil warna biru dari Methylen Blue.

2. Alat Yang digunakan

  • Mikroskop
  • Spirtus
  • Objek Glass
  • Rak Pengecatan
  • Ose Bulat
  • Pipet Pasteur
2. Reagensia Yang Digunakan

- Carbol Fuchsin 
  • Basic Fuchsin 3.0 gr
  • Etanol / Methanol 100 ml
  • Kristal Phenol 45 gr
  • Aquadest 900 ml
- Larutan Dekolorisasi
  • HCl Pekat 30 ml
  • Etanol 970 ml
- Pewarna Kontras
  • Methylen Blue Chlorida 30 ml
  • Aquadest 1000 ml

Tata Cara Pewarnaan BTA dan Pewarnaan Gram

Adapun Langkah-langkah Tata Cara Pewarnaan BTA sebagai berikut :
  1. Mempersiapkan alat-alat yang diperlukan
  2. Mempersiapkan reagensia yang akan digunakan
  3. Membuat preparat / sediaan dari spesimen
  4. Membuat apusan melingkar pada bagian tengah objek glass seukuran 2 x 3 cm.
  5. Memberi etiket / no.register lab pada bagian pinggir objek glass
  6. Memanaskan ose pada lampu spirtus sampai membara setelah setiap satu spesimen yang dikerjakan
  7. Mengeringkan serta melakukan fiksasi preparat sebanyak 3 kali
Tahapan Tata Cara Pewarnaan BTA sebagai berikut :
  1. Meletakkan preparat diatas rak pengecatan
  2. Teteskan carbol fuchsin hingga mengenangi seluruh permukaan spesimen
  3. Panaskan sediaan tersebut dengan menggunakan lampu spirtus sampai menguap tapi tidak mendidih 
  4. Dinginkan sejenak selama 5 menit lalu cuci dengan menggunakan air mengalir
  5. Teteskan larutan HCl untuk proses decolorisasi sampai tidak ada lagi pewarna carbol fuchsin selama 3 menit
  6. Kemudian cuci kembali menggunakan air mengalir
  7. Teteskan larutan Methylen Blue keseluruh permukaan preparat selama 30 detik sampai 1 menit
  8. Mencuci kembali preparat tersebut dengan air mengalir kemudian preparat dikeringkan pada posisi miring di udara terbuka
  9. Amati preparat tersebut dengan menggunakan mikroskop pada pembesaran 1000 kali untuk mendeteksi ada tidaknya bakteri tahan asam (BTA)
  10. BTA Positif adalah bakteri batang berwarna merah
Penilaian Hasil Pemeriksaan BTA menut IUATLD sebagai berikut :
  • Negatif  :  Tidak dutemukan BTA dalam 100 lapangan pandang
  • Ditemukan 1-9 BTA / 100 lapangan pandang  : ditulis jumlah bakteri yang ditemukan
  • Positif + (1+)  :  Ditemukan 10 - 99 BTA / 100 Lapangan Pandang
  • Positif ++ (2+) : Ditemukan 1 - 10 BTA / 1 Lapangan Pandang
  • Positif +++ (3+) : Ditemukan > 10 BTA / 1 Lapangan Pandang

PEMBAHASAN
Bakteri tahan asam adalah jenis bakteri yang tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan anilin biasa kecuali dengan menggunakan fenol dan dengan pemanasan. Bakteri ini memilki dinding sel berlilin karena mengandung sejumlah besar materi lipoidal oleh karena itu bakteri ini hanya dapat diwarnai dengan pewarnaan BTA (Acid-Fast Stain). Dinding sel hidrofobik dan impermeabel terhadap pewarnaan dan bahan kimia lain pada cairan atau larutan encer. Ketika proses pewarnaan, bakteri tahan asam ini melawan dekolorisasi dengan asam sehingga bakteri tersebut disebut bakteri tahan asam (Ball, 1997). Contoh dari bakteri tahan asam yaitu dari genus Mycobacterium. Bakteri ini memiliki sejumlah besar zat lipoidal (berlemak) di dalam dinding selnya sehingga menyebabkan dinding sel tersebut relative tidak permeabel terhadap zat-zat warna yang umum sehingga sel-sel bakteri tersebut tidak terwarnai oleh metode pewarnaan biasa, seperti pewarnaan sederhana atau pewarnaan gram (Dwijoseputro, 1994).
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang langsing, lurus atau berbentuk filament. Bakteri ini bersifat aerobik, tidak membentuk spora, non motil, tahan asam, dan merupakan bakteri gram positif. Namun, sekali mycobacteria diberi warna oleh pewarnaan gram, maka warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan asam. Oleh karena itu, maka mycobacteria disebut sebagai Basil Tahan Asam atau BTA. Beberapa mikroorganisme lain yang juga memiliki sifat tahan asam, yaitu spesies NocardiaRhodococcusLegionella micdadei, dan protozoaIsospora dan Cryptosporidium. Pada dinding sel mycobacteria, lemak berhubungan dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan di bawahnya. Struktur ini menurunkan permeabilitas dinding sel, sehingga mengurangi efektivitas dari antibiotik. Lipoarabinomannan adalah suatu molekul lain dalam dinding sel mycobacteria, berperan dalam interaksi antara inang dan patogen, menjadikanM. tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam makrofaga (Thomas, 1999).
Mikobakteria dapat tumbuh lebih cepat pada pH 6 dan 8 dengan pH optimum sekitar 6.5 - 6.8 untuk tipe pathogen. Bakteri ini mempunyai susunan dinding yang melindungi bakteri jika hidup di luar inangnya. Dinding sel mikobakteria menyebabkan penundaan hipersensitivitas dan beberapa diantaranya resisten terhadap infeksi. Sel mikrobakteria dapat menunda reaksi hipersensitifitas pada hewan yang sebelumnya sensitif. Sel mikobakteria terdiri dari tiga lapisan penting yaitu lipid, protein, dan polisakarida. (Mudihardi, 2005).
TBC (tuberculosis) adalah penyakit yang ditandai dengan timbulnya bintik-bintik tuberkel pada alveolus akibat infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan terganggunya difusi oksigen. Penyebab penyakit ini adalah bakteri kompleks Mycobacterium tuberculosis. Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo Actinomycetales. Kompleks Mycobacterium tuberculosis meliputi M. tuberculosisM. bovis,M. africanumM. microti, dan M. canettii. Dari beberapa kompleks tersebut, M. tuberculosis merupakan jenis yang terpenting dan paling sering dijumpai (Thomas, 1999).  
Tubercolosis merupakan salah satu penyakit yang mematikan didunia selain AIDS bahkan merupakan penyebab utama kematian di negara berkembang. Oleh sebab itulah diperlukan suatu metode yang efektif untuk mencegah penularan yang lebih luas lagi dan penanganan yang tepat terhadap pasien yang positif terkena tuberculosis. Jumlah penderita TBC menurut WHO, Treatment of Tuberculosis, Guidelines for National Programes (1997), mencapai kira-kira 9 jt/tahun dengan kematian 3 juta orang. Penderita TBC sangat banyak di negara berkembang mencapai 95 % dengan 75% adalah penderita usia produktif (15-50 tahun) (Depkes RI, 2001).
Sumber penularan adalah penderita TBC yang dahaknya mengandung Mycobacterium tuberculosis. Infeksi bakteri ini paling sering disebarkan melalui udara (air borne, droplets infection). Penyebaran melalui udara berupa partikel-partikel percikan dahak yang mengandung bakteri berasal dari penderita saat batuk, bersin, tertawa, bernyanyi atau bicara. Partikel mengandung bakteri ini akan terhisap oleh orang sehat dan menimbulkan infeksi di saluran napas. Bakteri Mycobacterium tuberculosis mencemari udara yang ditinggali atau ditempati banyak manusia, karena sumber dari bakteri ini adalah manusia. Bakteri ini dapat hidup selama beberapa jam pada udara terbuka, dan selama itulah akan beterbangan di udara hingga akhirnya menemukan manusia sebagai tempat hidup (Clifton, 1958).
Menurut Chivers dan Ford (1978), gejala klinis TBC pada manusia  yang dapat diamati diantaranya:
-       Batuk-batuk berdahak lebih dari dua minggu, batuk berdarah atau pernah mengeluarkan darah, dada terasa sakit atau nyeri, terasa sesak pada waktu bernafas.
-       Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang baik.
-       Nafsu makan tidak ada (anorexia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik (failure to thrive).
-       Demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas, setelah disingkirkan kemungkinan penyebab lainnya (bukan tifus, malaria atau infeksi saluran nafas akut), dapat juga disertai keringat malam.
-       Gejala - gejala dari saluran nafas, misalnya batuk lama lebih dari 30 hari (setelah disingkirkan sebab lain dari batuk), nyeri dada ketika bernafas atau batuk.
-       Apabila bakteri TB menyebar ke organ-organ tubuh yang lain, gejala yang ditimbulkan akan berbeda-beda. Misalnya, kaku kuduk, muntah-muntah, dan kehilangan kesadaran pada TBC otak & saraf (meningitis TB).
-       Pembengkakan tulang pinggul, lutut, kaki dan tangan, pada TBC tulang & sendi.
Semua gejala yang ditimbulkan diatas sering berkaitan dengan patogenitas organisme, pejalanan penyakit, tingkat infeksi, dan beberapa faktor dari induk semang. Masa inkubasi tuberkulosis sangat lama, kejadiannya berlarut-larut, dan gejala klinis yang nyata jarang terlihat dengan jelas hingga penyakit ini berkembang lebih lanjut.
Mycobacterium tuberculosis termasuk gram positif, berbentuk batang panjang atau pendek, tidak berspora, tidak berkapsul, pertumbuhan sangat lambat (2-8 minggu), suhu optimal 37-380C yang merupakan suhu normal manusia. Pertumbuhannya membutuhkan tambahan makanan seperti darah, egg yolk, serum, dan bahan kimia tertentu. Dalam jaringan, basil tuberkel adalah bakteri batang lurus dengan ukuran sekitar 0,4 – 3 μm. Pada media buatan, bentuk kokoid dan filamentous tampak bervariasi dari satu spesies ke spesies lain. Segera setelah diwarnai dengan pencelupan dasar mereka tidak dapat didekolorisasi oleh alkohol, tanpa memperhatikan pengobatan dengan iodine. Basil tuberkel secara umum dapat diwarnai dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Media untuk membiakan mikobakteria adalah media nonselektif dan media selektif. Media selektif berisi  antibiotik untuk mencegah pertumbuhan kontaminan bakteri dan fungi yang berlebihan. Ada tiga formulasi umum yang dapat digunakan untuk kedua media nonselektif dan selektif, yaitu media agar semisintetik (middlebrook 7H10 dan 7H11), media telur inspisasi (Lowenstein-jensen), media kaldu (broth media) (Jawetz et al., 2001).
Mikobakteria merupakan aerobik obligat yang memperoleh energi dari oksidasi beberapa senyawa sederhana. Penambahan CO2 meningkatkan pertumbuhan. Tidak ada aktivitas biokimia yang menandai. Dan kecepatan pertumbuhan lebih rendah dari pada sebagian besar bakteri. Waktu untuk menggandakan basil tuberkel sekitar 18 jam, bentuk saprofit cenderung tumbuh lebih cepat, poliferasi terjadi pada temperatur 22-23˚C, untuk menghasilkan pigmen yang lebih banyak dan mengurangi bentuk ”cepat asam” daripada bentuk patogenik. Mikobakteria cenderung lebih resisten terhadap agen kimia daripada bakteri lain karena sifat hidrofobik permukaan sel dan pertumbuhannya. Basil tuberkel reisten terhadap kekeringan dan bertahan hidup selama periode waktu yang lama dalam sputum kering. Variasi dapat terjadi dalam koloni, pigmentasi, virulensi, temperatur petumbuhan yang optimal dan beberapa tanda pertumbuhan atau seluler lainnya (Fardiaz, 1992).
Mikobakteria kaya akan lipid, bahan dari lilin dan fosfatida. Lapisan lilin pada dinding sel ini menyebabkan bakteri ini tahan terhadap keadaan di luar tubuh induk semang. Bakteri dapat tahan berbulan-bulan di luar tubuh induk semang, jika terbungkus eksudat, tinja, dalam cairan atau dalam jaringan organ tubuh yang membusuk. Dalam sel, lipid secara meluas berikatan dengan protein dan polisakarida. Muramil dipeptida (dari peptidoglikan) yang diperkaya dengan asam mikolat dapat menyebabkan nekrosis kaseosa. Lipid pada beberapa perluasan bertanggung jawab terhadap kecepatan asam, yang terganggu pada integritas dinding sel dan kehadiran lipid tertentu. Kecepatan asam juga hilang setelah sonikasi sel mikobakteria (Mudihardi, 2005).
Cara diagnosa penyakit TBC dengan menggunakan pendekatan mikrobiologis adalah dengan pewarnaan Bakteri Tahan Asam (BTA). Pewarnaan Bakteri Tahan Asam (BTA) menggunakan beberapa teknik atau metode pewarnaan. Teknik pewarnaan tersebut antara lain Tan Thiam Hok (Kinyoun Gabber), Ziehl-Neelsen, dan Fluorokrom. Metode Ziehl-Neelsen merupakan pewarnaan standar untuk mengamati M. tuberculosis(Karuniawati et al.,2005).
Teknik pewarnaan Ziehl-Neelsen, yaitu dengan menggunakan zat warna carbol fuchsin 0,3 %, asam alkohol 3 %, dan methylen blue 0,3%. Pada pemberian warna pertama, yaitu carbol fuchsin, BTA bersifat mempertahankannya. Carbol fuchsinmerupakan fuksin basa yang dilarutkan dalam larutan fenol 5 %. Larutan ini memberikan warna merah pada sediaan dahak. Fenol digunakan sebagai pelarut untuk membantu pemasukan zat warna ke dalam sel bakteri sewaktu proses pemanasan. Fungsi pemanasan untuk melebarkan pori-pori lemak BTA sehingga carbol fuchsin dapat masuk sewaktu BTA dicuci dengan larutan pemucat, yaitu asam alkohol, maka zat warna pertama tidak mudah dilunturkan. Bakteri kemudian dicuci dengan air mengalir untuk menutup pori-pori dan menghentikan pemucatan. BTA akan terlihat berwarna merah, sedangkan bakteri yang tidak tahan asam akan melarutkan carbol fuchsin dengan cepat sehingga sel bakteri tidak berwarna. Setelah penambahan zat warna kedua yaitu methylen blue, bakteri tidak tahan asam akan berwarna biru (Lay, 1994).
Menurut Entjang (2003), pada pewarnaan bakteri dengan metode Ziehl-Neelsendapat menggolongkan bakteri menjadi dua, yaitu :
1.      Bakteri yang berwarna merah dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen disebut bakteri tahan asam (acid fast).
2.      Bakteri yang berwarna biru dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen disebut bakteri tidak tahan asam (non acid fast).
Teknik pewarnaan Tan Thiam Hok (Kinyoun-Gabber) menggunakan larutan Kinyoun dan Gabber. Komposisi larutan Kinyoun yaitu fuchsin basis 4g, fenol 8ml, alkohol 95% 20ml, H2O destilata (100ml) dan larutan gabbett yaitu methylen blue 1gr, H2SO4 96 % 20 ml, alkohol absolut 30 ml, dan H2O destilata 50 ml. Pewarnaan yang lain yaitu pewarnaan Fluorokrom (Auramine O). Sampel atau sediaan direndam dalam larutan Auramine (Merck) dan dibiarkan selama 15 menit lalu dicuci dengan akuades dan dikeringkan. Setelah itu, sediaan tadi direndam dalam asam alkhohol, dibiarkan selama 2 menit dan dicuci dengan akuades dan dikeringkan. Setelah kering sediaan direndam dalam poasium permanganat 0,5 %, dibiarkan selama 2 menit lalu dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan di udara (Kurniawati et al., 2005).
Metode pewarnaan yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu Ziehl-Neelsen. Metode ini digunakan karena cukup sederhana dan mempunyai sensitivitas serta spesifitas yang cukup tinggi. Spesifitas dan sensitivitas yang tinggi sebenarnya dimiliki oleh metode fluorokrom. Bakteri yang terwarnai menunjukkan warna yang kontras dengan lingkungannya dan tidak membutuhkan perbesaran sampai 1000x sehingga bisa mempercepat waktu. Akan tetapi, alat yang digunakan tidak ada yaitu mikroskop fluorescens (Kurniawati et al., 2005).
Larutan kimia yang digunakan pada praktikum kali ini adalah alkohol asam 3% carbol fuchsin 0,3%, serta methylen blue 0,3% yang masing-masing mempunyai fungsi antara lain asam alkohol digunakan sebagai peluntur, carbol fuchsin mempunyai fungsi membuka lapisan lilin agar menjadi lunak sehingga cat dapat menembus masuk ke dalam sel bakteri M. tuberculosis. Methylen blue berfungsi sebagai cat lawan dan pada pemberian methylen blue pada bakteri akan tetap berwarna merah dengan latar belakang biru atau hijau (Jutono dkk., 1980).
Hasil praktikum kemarin diperoleh bahwa sputum yang diambil oleh kelompok 1 bernilai positif 2. Hal itu dikarenakan ditemukan bakteri basil berwarna merah berjumlah 2 buah dalam 1 LP dalam sediaan apus yang diamati di bawah mikroskop. Hal ini sesuai dengan standar yang terdapat dalam IUATLD (International Union Against Tuberculosis Lung Disease) seperti berikut :
-          Negatif      : Tidak dijumpai adanya BTA
-          Positif        : Ditemukan 1-9 BTA/100 LP
-          Positif 1     : Ditemukan 10-99 BTA/100 LP
-          Positif 2     : Ditemukan 1-10 BTA/1 LP
-          Positif 3     : Ditemukan lebih dari 10 BTA/1 LP
Berikut ini adalah gambar hasil praktikum yang menunjukkan adanya Mycobacterium tuberculosis.

                                                      Daftar Pustaka

Sabtu, 04 Juni 2016

penyakit HIV/AIDS

                    


       1. Sejarah HIV/AIDS
AIDS bermula dari daratan Afrika. Sejarah HIV/AIDS ini bermula dari kebiasaan masyarakat setempat mengosumsi daging kera. Darah kera yang mengandung virus HIV itu lalu masuk ke tubuh manusia, dan kemungkinan mereka menyantap daging kera teresebut karena budaya mereka. Virus ini menyebar di benua Afrika jauh sebelum penelitian AIDS dilakukan. Namun kematian yang dilaporkan bukan karena HIV/AIDS saja, melainkan penyakit seperti TBC dan sesak napas lainnya, dan kemungkinan penyakit ini juga termasuk gejala-gejala awal HIV/AIDS (namun ada juga yang tidak).
Sejarah HIV/AIDS lainnya bermula pada tahun 1983 dari keberhasilan penelitian oleh Jean Claude Cherman dan rekannya Francoise Barre Sinoussi dari Perancis, yang berhasil membuktikan bahwa virus HIV adalah penyebab penyakit AIDS. Nama AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) sendiri diberi nama oleh Centre for Disease Control and Prevention (CDC), di Atlanta, AS. Sebelumnya Jean Claude Cherman menyebutnya HTLV-III atau LAV.


        2. Pengertian HIV/AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus penyebab AIDS yang menyerang sel darah putih manusia yang merupakan bagian terpenting dalam sistem kekebalan tubuh manusia. Virus ini hidup di dalam darah penderita HIV, virus ini juga tidak memandang usia, warna kulit, orientasi seksual, agama maupum faktor pembeda lainnya. Sekali saja HIV hidup dalam tubuh kita, itu artinya kita sudah terinfeksi virus ini, dan sejauh ini belum ada obat untuk memusnahkan virus HIV ini, namun masih banyak upaya-upaya yang dapat kita lakukan untuk menghindari virus HIV.
AIDS (Aquired Immuno Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit syndrome akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia. Atau suatu kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang merusak sel-sel kekebalan tubuh manusia. AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau Human Immunodeficiency Virus .Virus AIDS menyerang sel darah putih khusus yang disebut dengan T-lymphocytes.
Dalam proses perkembangan virus HIV dari infeksi menjadi penyakit AIDS ada 4 fase, yaitu :
  • Fase 1 : Fase ini dimulai tepat setelah infeksi, dan berlangsung selama beberapa minggu. Fase 1 ditandai dengan tidak enak badan seperti flu, meski pada 20% penderita mengalami flu yang parah, namun tes HIV yang dilakukan pada fase ini mungkin menunjukkan bahwa penderita tidak terinfeksi HIV.
  • Fase 2 : Fase ini adalah tahap terpanjang diantara fase lainnya, bahkan dapat berlangsung hingga 10 tahun. Pada fase ini gejala pada penderita hampir tidak terlihat, padahal sebenarnnya pada fase inilah virus sedang berkembang. Secara perlahan HIV menghancurkan sel-sel CD-4 yang berjumlah banyak untuk melawan penyakit, dengan sedikitnya sel-sel CD-4 yang penderita miliki, sistem kekebalan tubuh penderita akan terus menurun, walaupun tubuh akan mengganti sel CD-4 yang rusak sebanyak mungkin, namun tetap saja sel CD-4 akan kalah dengan perkembangan virus HIV yang berkembang sangat cepat.
  • Fase 3 : Fase ini dimulai ketika sel CD-4 dalam tubuh sudah dikuasai virus HIV. Ketika sistem kekebalan tubuh sudah gagal, penyakit-penyakit akan mudah masuk ke dalam tubuh penderita, dan ironisnya penyakit ini mengendalikan tubuh penderita dan berbagai gejala penyakitpun berkembang. Pada awalnya terjadi gejala-gejala ringan seperti: lelah, diare, inveksi jamur, demam, berkeringat pada malam hari , berat badan terus menurun, pembengkakkan elenjar limpa, sariawan terus menerus. Tetapi seiring dengan melemahnya sistem kekebalan tubuh, gejala-gejala ini akan semakin parah.
  • Fase 4 : Pada fase ini, ketika gejala-gejala penyakit seperti Tuberculosis (Kanker) menjadi semakin parah, selanjutnya penderita didiagnosis menderita AIDS. Pada fase ini obat-obatan anti virus hanya bisa memperlambat perkembangan virus HIV saja.




       3. Gejala-gejala penyakit HIV/AIDS :
Sebelum seseorang bisa dikatakan terkena penyakit HIV/AIDS. Ia akan mengalami gejala-gejala sebagai berikut :
  • Demam : demam merupakan gejala awal terkena virus HIV, suhu tubuhnya mencapai 38 derajat celcius. Pada gejala ini merupakan tahap virus masuk kedalam aliran darah dan bereplikasi dalam jumlah besar. sehingga terjadinya reaksi inflasi yang ada didalam tubuh. 
  • Kelelahan : kelelahan yang berlebihan adalah tanda efek dari sistem kekebalan tubuh yang aktif
  • Otot Pegal, Nyeri Sendi, dan Pembengkakan Kelenjar Getah Bening : Pada tanda ini merupakan tanda yang biasa terjadi jika seorang terjangkit virus. sedangkan pembengkakan kelenjar getah bening adalah tanda bahwa sitem kekebalan tubuh sedang aktif
  • Nyeri Tenggorokan dan Sakit Kepala : nyeri tenggorokan dan sakit kepala merupakan tanda bahwa antibodi tidak melawan virus HIV AIDS 
  • Ruam-Ruam Kulit : Ruam-ruam pada kulit yang seperti bisul-bisul kecil dan berwarna merah muda yang terasa gatal. Gejala ini memakan waktu yang panjang dan tak kunjung sembuh. bila ini terjadi segera hubungi dokter. 
  • Diare, Mual dan Muntah Kepanjangan : Pada gejala ini merupakan tanda bahwa bakteri dan kuman dapat masuk ke tubuh kita dengan mudah karna sistem imun kita sudah menurun. 
  • Turunnya Berat Badan : Jika berat badan anda menurun hingga 10% dan terjadi diare dan demam yang panjang biasanya dalam waktu 30 hari. 
  • Batuk Kering : batuk kering bila ini terjadi dalam waktu yang lama kira-kira satu minggu dan tak kunjung sembuh atau berkurang setelah meminum obat.
  • Pnuemonia dan Toksoplasmosis : Pnuemonia merupakan penyakit infeksi paru-paru, ini disebabkan oleh jamur dan biasanya terdapat pada seseorang yang sistem imunnya menurun, sedangkan Toksoplasmosis adalah sejenis parasit yang menyerang otak, ini diakibatkan oleh sistem imun yang menurun
  • Berkeringat Pada Malam Hari :  berkeringat pada malam hari merupakan tanda dari 50% orang yang pernah menderita penyakit AIDS, ini bukan karna suhu atau aktifitas berlebihan.
  • Perubahan Pada Kuku : kuku melengkung dan menebal serta terjadi perubahan warna.
  • Bingung dan Sulit Berkonsentrasi : Pada tahap ini merupakan tahap akhir yang disebabkan karna fungsi motorik tidak mampu berkordinasi dengan baik sehingga penderita tak mampu mengerakkan tangannya dan pada tahap ini tandanya adalah mudah lupa, marah, dan tersinggung.
  • Herpes di Mulut dan Alat Kelamin : Gejala ini merupakan infeksi pada stadium akhir
  • Menstruasi Tidak Teratur : Lama datang bulan, ini terjadi karna jumlah darah yang semakin berkurang.
  • Infeksi Jaringan Kulit Rambut.
       
        4. Cara penularan terkena penyakit HIV/AIDS :
            Pada penderita AIDS, virus HIV terdapat pada seluruh cairan tubuhnya, tetapi yang bisa menularkan hanya yang terdapat pada sperma (air mani), darah, dan cairan vagina. Cara penularannya/penyebab adalah sebagai berikut:
  • Berganti-ganti pasangan seksual, atau berhubungan seksual dengan orang yang positif terinfeksi virus HIV
  • Pemakaian jarum suntik bekas orang yang terinfeksi virus HIV
  • Menerima transfusi darah yang tercemar HIV. 
  • Ibu hamil yang terinfeksi virus HIV akan menularkannya kepada bayi dalam kandungannya.
  • Penularan HIV juga terjadi pada Susu Ibu atau ASI.


      5.   Metode yang paling efektif untuk mendeteksi dan pencegahan penyakit HIV/AIDS adalah VCT :
HIV/AIDS memiliki dampak besar pada penderita, keluarganya, dan masyarakat. Pencegahan penyebaran infeksi dapat diupayakan melalui peningkatan akses perawatan dan dukungan pada penderita dan keluarganya. Voluntary Conseling and Testing (VCT) adalah salah satu bentuk upaya tersebut. VCT adalah proses konseling pra testing, konseling post testing, dan testing HIV secara sukarela yang bersifat confidental dan secara lebih dini membantu orang mengetahui status HIV.Dalam tahapan VCT, konseling dilakukan dua kali yaitu sebelum dan sesudah tes HIV. Pada tahap pre konseling dilakukan pemberian informasi tentang HIV dan AIDS, cara penularan, cara pencegahan dan periode jendela. Kemudian konselor melakukan penilaian klinis. Pada saat ini klien harus jujur menceritakan kegiatan yang beresiko HIV/AIDS seperti aktivitas seksual terakhir, menggunakan narkoba suntik, pernah menerima produk darah atau organ, dan sebagainya. Konseling pra testing memberikan pengetahuan tentang manfaat testing, pengambilan keputusan untuk testing, dan perencanaan atas issue HIV yang dihadapi.Setelah tahap pre konseling, klien akan melakukan tes HIV. Pada saat melakukan tes, darah akan diambil secukupnya dan pemeriksaan darah ini bisa memakan waktu antara setengah jam sampai satu minggu tergantung metode tes darahnya. Dalam tes HIV, diagnosis didasarkan pada antibodi HIV yang ditemukan dalam darah. Tes antibodi HIV dapat dilakukan dengan tes ELISA, Westren Blot ataupun Rapid.Setelah klien mengambil hasil tesnya, maka klien akan menjalani tahapan post konseling. Apabila hasil tes adalah negatif (tidak reaktif) klien belum tentu tidak memiliki HIV karena bisa saja klien masih dalam periode jendela, yaitu periode dimana orang yang bersangkutan sudah tertular HIV tapi antibodinya belum membentuk sistem kekebalan terhadap HIV. Klien dengan periode jendela ini sudah bisa menularkan HIV. Kewaspadaan akan periode jendela itu tergantung pada penilaian resiko pada pre konseling. Apabila klien mempunyai faktor resiko terkena HIV maka dianjurkan untuk melakukan tes kembali tiga bulan setelahnya. Selain itu, bersama dengan klien, konselor akan membantu merencanakan program perubahan perilaku.
Apabila pemeriksaan pertama hasil tesnya positif (reaktif) maka dilakukan pemeriksaan kedua dan ketiga dengan ketentuan beda sensitifitas dan spesifisitas pada reagen yang digunakan. Apabila tetap reaktif klien bebas mendiskusikan perasaannya dengan konselor. Konselor juga akan menginformasikan fasilitas untuk tindak lanjut dan dukungan. Misalnya, jika klien membutuhkan terapi ARV ataupun dukungan dari kelompok sebaya. Selain itu, konselor juga akan memberikan informasi tentang cara hidup sehat dan bagaimana agar tidak menularkannya ke orang lain.
Pemeriksaan dini terhadap HIV/AIDS perlu dilakukan untuk segera mendapat pertolongan kesehatan sesuai kebutuhan bagi mereka yang diidentifikasi terinfeksi karena HIV/AIDS belum ditemukan obatnya, dan cara penularannya pun sangat cepat. Memulai menjalani VCT tidaklah perlu merasa takut karena konseling dalam VCT dijamin kerahasiaannya dan tes ini merupakan suatu dialog antara klien dengan petugas kesehatan yang bertujuan agar orang tersebut mampu untuk menghadapi stress dan membuat keputusan sendiri sehubungan dengan HIV/AIDS.
Pemeriksaan laboratorium :

  •  Pemeriksaan serologi untuk HIV dengan menggunakan strategi 2 atau    strategi 3 sesuai pedoman 
  •  Limfosit total atau CD4 (jika tersedia) 
  •  Pemeriksaan darah lengkap (terutama Hb) dan kimia darah (terutama fungsi hati) dan fungsi ginjal. 
  • Pemeriksaan kehamilan.
.       6. Pencegahan Penularan HIV pada Bayi dan Anak

       

Dalam buku Prevention of Mother to Child Transmission of HIV, World Health Organization menyebutkan bahwa PMTCT (programmes of the Prevention of Mother to Child Transmission), dapat menurunkan penularan vertikal HIV, juga menghubungkan wanita dengan infeksi HIV, anak, serta keluarganya, untuk memperoleh pengobatan, perawatan, serta dukungan. PMTCT merupakan program yang komperhensif dan mengikuti protokol serta kebijakan nasional.
    Intervensi PMTCT :
   1.      Pemeriksaan dan konseling HIV
   2.      Antiretroviral
   3.      Persalinan yang lebih aman
   4.      Menyusui yang lebih aman
    Keterlibatan pasangan dalam PMTCT:
    1.      Kedua pasangan harus mengetahui pentingnya sex yang aman selama persalinan dan masa menyusui
      2.       Kedua pasangan harus menjalani pemeriksaan dan konseling HIV
      3.       Kedua pasangan harus mengetahui dan menjalankan PMTCT
    Faktor resiko MTCT selama kehamilan:
1.      Viral load ibu yang tinggi (HIV / AIDS baru atau lanjutan)
2.        Infeksi virus, bakteri, maupun parasit melaui plasenta (khususnya malaria)
3.      Infeksi menular seksual
4.      Malnutrisi maternal (secara tidak langsung)
   Faktor resiko MTCT selama persalinan:
       1.      Viral load ibu yang tinggi (HIV / AIDS baru atau lanjutan)
       2.        Pecahnya ketuban > 4 jam sebelum persalinan dimulai
       3.      Prosedur persalinan invasive
       4.      Janin pertama pada kehamilan multiple
       5.      Korioamnionitis
   Faktor resiko MTCT selama masa menyusui:
      1.      Viral load ibu yang tinggi (HIV / AIDS baru atau lanjutan)
      2.      Lama menyusui
      3.      Pemberian ASI dengan pemberian makanan pengganti yang awal
      4.      Abses payudara / puting yang terinfeksi
      5.      Malnutrisi maternal
      6.      Penyakit oral bayi (mis: trust atau luka mulut).

        DAFTAR PUSTAKA 
http://www.artikelsiana.com/2014/12/pengertian-penularan-pencegahan-HIV-AIDS.html
http://cokinew.blogspot.co.id/2015/05/pengertian-dan-sejarah-penyakit-hivaids.html
http://penyakithivaids.com/
https://www.google.com/search?q=gambar+hiv&client=firefox-beta&rls=org.mozilla:en